Seorang guru sedang bersemangat mengajarkan sesuatu kepada murid-muridnya. Ia duduk menghadap murid-muridnya kemudian berkata "Pa Guru punya sebuah Qur'an, akan Pa Guru letakkannya di tengah karpet. Sekarang kalian berdiri diluar karpet. Permainannya adalah, bagaimana caranya mengambil Qur'an yang ada ditengah tanpa menginjak karpet?"
Murid-muridnya berpikir. Ada yang mencuba alternatif dengan tongkat,dan lain-lain.
Akhirnya Pa Guru memberikan jalan keluar, digulungnya karpet, dan ia ambil Qur'an. Ini memenuhi syarat, tidak menginjak karpet. "Murid-murid, begitulah umat Islam dan musuh-musuhnya, Musuh-musuh Islam tidak akan menginjak-injak kita dengan terang-terang...karena kita akan menolaknya mentah mentah. Orang biasapun tak akan rela kalau Islam dihina dihadapan mereka. Tapi mereka akan menggulung kita perlahan-lahan dari pinggir, sehingga kita tidak sadari.
"Jika seseorang ingin membuat rumah yang kuat, maka harus membuat pondasi yang kuat. Begitulah Islam, jika ingin kuat, maka bangunlah aqidah yang kuat. Sebaliknya, jika ingin membongkar rumah, tentu susah kalau dimulai dgn pondasinya dulu, tentu saja hiasan-hiasan dinding akan dikeluarkan dulu,kursi dipindahkan dulu, lemari dibuang dulu satu persatu, baru rumah dihancurkan..."
"Begitulah musuh-musuh Islam menghancurkan kita. mereka tidak akan menyerang terang-terangan, tapi mereka akan perlahan-lahan membinasakan kita. Mulai dari perolaku kita, cara hidup, pakaian dan lain-lain, sehingga meskipun kita muslim, tapi kita telah meninggalkan ajaran Islam dan mengikuti cara yang mereka inginkan." "Ini semua adalah fenomena Ghazwul Fikri (Perang Pemikiran). Dan inilah yang dijalankan oleh musuh musuh kita... "
"Kenapa mereka tidak berani terang-terangan menyerang ?" tanya murid- murid.
"Sesungguhnya dahulu mereka terang-terang menyerang, misalnya Perang Salib, Perang Tartar, dan lain-lain. Tapi sekarang tidak lagi." "Begitulah Islam... Kalau diserang perlahan-lahan, mereka tidak akan sadar, akhirnya hancur. Tapi kalau diserang serentak terang-terangan, mereka akan bangkit serentak, baru mereka akan sadari.
cerita ini saya terjemahkan dari malique punya..
Murid-muridnya berpikir. Ada yang mencuba alternatif dengan tongkat,dan lain-lain.
Akhirnya Pa Guru memberikan jalan keluar, digulungnya karpet, dan ia ambil Qur'an. Ini memenuhi syarat, tidak menginjak karpet. "Murid-murid, begitulah umat Islam dan musuh-musuhnya, Musuh-musuh Islam tidak akan menginjak-injak kita dengan terang-terang...karena kita akan menolaknya mentah mentah. Orang biasapun tak akan rela kalau Islam dihina dihadapan mereka. Tapi mereka akan menggulung kita perlahan-lahan dari pinggir, sehingga kita tidak sadari.
"Jika seseorang ingin membuat rumah yang kuat, maka harus membuat pondasi yang kuat. Begitulah Islam, jika ingin kuat, maka bangunlah aqidah yang kuat. Sebaliknya, jika ingin membongkar rumah, tentu susah kalau dimulai dgn pondasinya dulu, tentu saja hiasan-hiasan dinding akan dikeluarkan dulu,kursi dipindahkan dulu, lemari dibuang dulu satu persatu, baru rumah dihancurkan..."
"Begitulah musuh-musuh Islam menghancurkan kita. mereka tidak akan menyerang terang-terangan, tapi mereka akan perlahan-lahan membinasakan kita. Mulai dari perolaku kita, cara hidup, pakaian dan lain-lain, sehingga meskipun kita muslim, tapi kita telah meninggalkan ajaran Islam dan mengikuti cara yang mereka inginkan." "Ini semua adalah fenomena Ghazwul Fikri (Perang Pemikiran). Dan inilah yang dijalankan oleh musuh musuh kita... "
"Kenapa mereka tidak berani terang-terangan menyerang ?" tanya murid- murid.
"Sesungguhnya dahulu mereka terang-terang menyerang, misalnya Perang Salib, Perang Tartar, dan lain-lain. Tapi sekarang tidak lagi." "Begitulah Islam... Kalau diserang perlahan-lahan, mereka tidak akan sadar, akhirnya hancur. Tapi kalau diserang serentak terang-terangan, mereka akan bangkit serentak, baru mereka akan sadari.
cerita ini saya terjemahkan dari malique punya..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar